"Cari tanah mBak? MBak? mbak? Mungkin saya bisa
bantu?"
Loh? Gimana sih ini orang. Kok nawarin tanah ke aku? Adikku
kasak-kusuk dengan bibir cemberut ketika seorang pemuda dengan pakaian dekil
karena banyak noda tanah merah menghampirinya. Ini memang bukan di daerah
puncak dimana tanah disana banyak didiami villa (eh, itu mah tawaran buat
dicariin villa yah?), atau daerah perkampungan atau dareah perumahan elite.
Tidak. Kami tidak berjalan di daerah dengan kapling-kapling siap bangun rumah
atau rumah-rumah bedeng siap gusur. Kami sedang berjalan di tengah pekuburan
ketika sedang melakukan ziarah ke makam ibu.
"Ya udah, tanya saja. Memangnya ada tanah kosong
sekarang?"
Aku berbisik ke telinga adikku yang masih manyun.
"Ogah ah. Emangnya aku sudah mau mati apa?"
Adikku kian cemberut
dan berjalan menjauh. Aku hampiri pemuda itu dan mulai bertanya tanah apa yang
dia tawarkan. Ternyata tanah yang dia tawarkan adalah tanah kuburan. Ukuran 1 x
2 meter persegi. Ah. Pantas adikku marah dan tersinggung.
Kebetulan, di salah satu stasiun Radio Swasta, kemarin
(4/12/2003; pk. 16.50 WIB) ada sebuah obrolan ringan tentang bisnis yang
dilakukan oleh salah seorang artis senior yang dahulu sempat dihebohkan karena
keberhasilannya melakukan operasi ganti alat kelamin. Yang diobrolin itu
tentang ketersinggungan rekan-rekannya ketika ditawari untuk berinvestasi di
bisnis yang digeluti oleh beliau. Ya. Artis senior ini berbisnis jual beli
tanah kuburan. Mulai dari tanahnya saja bahkan hingga rencana bangunan yang
akan didirikan di atasnya (nisan, bangku buat peziarah hingga pagar dan tanaman
hias di sekeliling makam). Dan yang si artis tawarkan itu, bukan tanah
pemakanan seperti tanah pemakaman pada umumnya. Tapi, merupakan tanah pemakanan
untuk kalangan elite. Iming-imingnya adalah: tanah itu memiliki SHM, areal
makamnya dilengkapi dengan fasilitas umum seperti jalan raya yang lebar, ada
lahan parkir yang luas, ada jogging track, ada bicycle track, ada swiming pool,
camping ground and outing, ada assembly hall, ada danau dengan taman yang
tertata indah di sekelilingnya, ada areal tempat bermain anak-anak dan ada juga
areal resort untuk keluarga dimana di dalamnya ada resto dan cafe yang
dilengkap dengan rumah ibadah berupa Masjid dan Capel.
Sambil bercanda si penyiar berseloroh:
"Jadi, kalau elu capek tiduran mulu sambil bersedekap
di dalam tanah, ya, boleh deh sesekali keluar jalan-jalan menikmati danau,
nyobain ayunan, metikin bunga terus kalau elo lapar elo tinggal mampir di resto
terdekat. Perut kenyang, pegal hilang, elo balik lagi dah ke kuburan lo."
"hahahahahahha."
Oh ya, harga yang ditawarkan tidak tanggung-tanggung oleh si
artis tersebut. Harganya dimulai dari 11 juta rupiah hiingga puluhan bahkan
ratusan juta rupiah!!! hmmm. Sekilas kayak kurang kerjaan yah? Ngapain coba
buat tanah kuburan semahal itu?
Tapi pada kenyataannya, sebuah artikel yang dibacakan oleh
si penyiar radio mengatakan bahwa di Malaysia, kini terjadi krisis lahan
pemakaman. Maklum, jumlah tanah kan dari tahun tidak pernah bertambah sementara
jumlah penduduk yang meninggal setiap harinya selalu bertambah. Bersaing dengan
jumlah mereka yang lahir dan tumbuh dewasa. Artinya, ada persaingan antara
penyediaan lahan untuk perumahan dan lahan untuk pemakaman. Rumah bisa jadi
bertambah besar karena penghuninya yang selalu bertambah. Belum lagi penyediaan
lahan untuk fasilitas umum seperti jalan, pasar, taman, sekolah, kantor, rumah
sakit. dan sebagainya (kan tidak mungkin semua orang Cuma ngendon di rumah aja
sepanjang hari). Akhirnya terjadilah sebuah krisis lahan pemakaman. Di negara
bagian Selangor sendiri, muncul sebuah usulan yang ditujukan pada semua
developer agar selain menyediakan fasilitas umum bagi pembeli rumah di areal
perumahan mereka, mereka juga diharuskan untuk menyediakan areal pemakaman.
Yaitu untuk setiap 5000 rumah, maka disediakan 1 hektar tanah pemakaman. Usulan
lain, setiap makam kelak dibuat untuk beberapa orang sekaligus atau dibuat
lebih dalam dan posisi si mayat diletakkan berdiri (sehingga lebih irit lahan).
Entah usulan mana yang akhirnya diterima. Hanya saja, kondisi ini tampaknya
hadir karena sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, kremasi mayat
(pembakaran mayat) tidak bisa diterima.
Mungkin berbeda dengan negara Cina. Negara dengan penduduk
terbesar di dunia ini, selalu mengkremasi mayat sehingga belum menemukan
kendala krisis lahan pekuburan. Saya pernah lihat di televisi, kuburan di Cina
letaknya di bukit yang terjal dan setiap satu undakan ada barisan tembok
bertuliskan nisan dan Foto si Mayat. Di depannya ada tatakan Hio dan sebuah
guci atau toples berisi abu hasil kremasi mayat yang fotonya terpampang. Tapi
yang harus diingat, memang adat budaya dan kepercayaan negara Cina yang
memungkinkan model pemakaman seperti ini. Hal mana tidak berlaku di Islam.
Islam mengsyaratkan agar seseorang dikubur di dalam tanah.
gambar bukan gambar sebenarnya dari tulisan ini, gambar diambil dari sini
Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Sebenarnya di Jakarta
(entah di daerah lain) gejala krisis tanah pemakaman ini sudah bisa dirasakan
hanya saja banyak orang yang belum begitu menyadarinya. Seperti Pemakaman
Menteng Pulo, Jeruk Purut, keduanya tidak lagi menerima pembukaan areal lahan
pekuburan baru. Jadi, kalau salah seorang di antara orang yang kita kenal
meninggal, tapi sebelumnya tidak punya saudara yang pernah dikubur di kedua
tanah pemakaman tersebut, jangan harap mayat yang meninggal tersebut bisa
diterima di kedua pemakaman tersebut. Lebih baik cari areal pemakaman yang
lain. Kenapa? Karena keduanya sudah penuh. Lain jika ada saudara yang pernah
dikubur di sana sebelumnya, maka bisa saja mayat ditumpuk dengan kerangka
sebelumnya. Itupun dengan satu syarat. "Jangan lupa bayar uang kontrakan".
Ya.
Jadi bukan Cuma urusan cari rumah buat tempat tinggal
saja yang bisa bikin puyeng warga Jakarta tapi juga ketika nyari rumah buat
tempat tinggal setelah meninggal. Tanah kuburan ini memang dimiliki dengan cara
sewa tanah selama tiga tahun (alhamdulillah bukan bulanan). Jika tidak pernah
dibayar, maka dengan tanah makam tersebut dianggap sebagai makam yang
terlantar. Status makam yang ditelantarkan adalah bisa diberikan pada orang
lain. Jadi, jika kamu punya saudara yang dikubur lalu selama beberapa tahun
kamu tidak pernah membayar sewa kontrak tanah kuburannya, jangan kaget jika
suatu hari ketika kamu sedang mengziarahinya kuburannya sudah hilang. Bukan.
Bukan hilang tapi mungkin sudah ditempati oleh mayat orang lain dan nisannya
pun sudah berganti nama. Kerangka saudaramu sendiri bisa jadi masih ada di
bawah sana hanya saja dia mungkin harus berbagi tempat dengan 2 atau 3 orang
mayat lain di sana karena kuburannya digabung.
Jadi, yah emang nggak salah kan kalau ada yang mulai
berinvestasi untuk membeli sepetak tanah bakal calon kuburan pribadi kelak.
Bahkan, sebenarnya investasi ini jauh lebih pasti ketimbang investasi di bidang
yang lain. Investasi tabungan buat nikah, belum tentu cepet dapat jodoh.
Investasi tabungan pendidikan, belum tentu kita sehat sampai ke sana. Investasi
tabungan buat bikin rumah layak dan indah, belum tentu kita sempat
menempatinya. Tapi investasi untuk mempersiapkan kematian? Sudah pasti.
Tabungan amal harus mulai dipupuk dari sekarang. Tabungan ibadah, kudu banget
ditegakkan dari sekarang. Persiapan lainnya? Silahkan pikir sendiri.
Terlepas dari berbagai investasi yang ada, sebenarnya yang
paling crucial alias urgent alias penting dan bahkan super duper penting
dipersiapkan oleh semua orang adalah investasi amal kebajikan dan amal ibadah.
Jangan lupa loh: kita semua tuh hanya sementara di dunia ini, dan semua yang
kita miliki akan kita tinggalkan. Yang kita bawa menuju ke alam akherat adalah:
Amal kebajikan dan amal ibadah. Nothing Else.
Oke. Balik ke topik awal tulisan ini ya.
Mau tahu apa jawaban yang aku terima dari pemuda berpakaian
dekil di awal tulisanku ini tentang tanah yagn dia tawarkan? Mau saja yah,
paling tidak kita bisa dari sekarang menyisihkan uang untuk investasi yang
sudah pasti ini. Buat lahan VIP (dekat dengan jalan mobil), harganya Rp
1.000.000, belum termasuk sewa kontrak sebesar Rp 300.000 untuk tiga
tahun.Kelas I (dekat dengan jalan mobil tapi agak ke tengah dikit, tapi tetap
saja mudah diingat dan didatangi), harganya Rp 850.000. Belum termasuk sewa
kontrak sebesar Rp 300.000 untuk tiga tahun. Kelas II (nah, ini jauh dari
jalan, dan kalau mau ziarah agak-agak kerja keras dikit deh buat nyari
makamnya), harganya Rp 600.000. Belum termasuk sewa kontrak sebesar Rp 300.000
untuk tiga tahun.
-------- 5 Desember 2003Ade Anita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jadi, apa pendapatmu teman?