Senin, 18 Maret 2013

Review Buku: Hati Memilih


Resensi  novel:  HATI MEMILIH  (sebuah cerita tentang rasa)
Penulis: Riawani Elyta
Penerbit: Bukune ( 2011)
Peresensi: Ade Anita




Ini adalah kisah tentang perjalanan cinta seorang gadis bernama Icha. Icha yang tinggal menumpang dengan paman dan bibinya di Singapura untuk bersekolah harus menahan perasaannya dengan keluarga paman Fuad dan Bibi Salmanya yang menurutnya bukan tipikal keluarga ideal. Mereka punya dua orang anak yang salah didik, yaitu Aida dan Anita. Kondisi inilah yang harus dihadapi oleh Icha dan harus mengembangkan rasa toleransinya untuk hidup berdampingan dengan mereka selama menyelesaikan studinya. Akhirnya, Icha berhasil menyelesaikan studinya dan setelah mendapat pekerjaan, Icha pun memutuskan untuk segera keluar dari rumah paman dan bibinya tersebut. Kehidupan yang bebas dan sesuai dengan harapannya tampaknya benar-benar sudah menjadi dambaannya. Sayangnya, hal ini ternyata tidak dapat dia lakukan. Mengapa?
Adalah Aida, anak sulung bibinya yang membuka jalan bagi sebuah takdir baru bagi diri Icha.  Aida yang telah menikah dan memiliki seorang anak perempuan, menjalani kehidupan sebagai seorang selebritis. Sayangnya, kehidupan glamour selebritis ini membuatnya  berkenalan dengan narkotika dan itu membuatnya kecanduan. Suatu hari, Aida terciduk ketika sedang memakai obat-obatan terlarang dan akhirnya diajukan ke pengadilan. Hukuman bagi pecandu narkoba pun menunggunya. Bibi Salma, yang merasa malu mengambil inisiatif untuk menyembunyikan kondisi Aida ini dari cucu satu-satunya, Camelia.  Camelia pun diungsikan di tempat Icha tinggal untuk sementara dan disinilah cerita ini menancapkan akar pertamanya.

Ya. Ini adalah novel yang bercerita bagaimana rasa sayang yang hadir dalam diri seorang perempuan pada anak-anak, bisa menggiring dirinya hingga mampu mencintai segala sesuatu yang terkait dengan anak-anak tersebut, termasuk menempuh resiko yang hadir di kemudian hari.

Karena rasa sayang Icha pada Camelia, maka Icha pun tanpa terasa jatuh cinta pada ayahnya Camelia. Hal ini menjadi sedikit rumit karena ayahnya Camelia, Hazri, adalah mantan suami saudara sepupu tempat Icha dulu pernah menumpang tinggal. Kian rumit karena ternyata Hazri sendiri memiliki rahasia sendiri yang disembunyikan, bahkan dari Aida yang pernah menjadi istrinya tersebut.

Jujur saja, ketika membaca halaman awal-awal novel ini, aku sedikit merasa mengantuk karena alurnya yang terlalu lambat. Penulis benar-benar sukses menggambarkan karakter Icha yang  pendiam, ragu-ragu, tertutup (menutup diri tepatnya), dan sedikit kuper. Bukan tipe perempuan yang aku sukai sebenarnya, karena ini adalah karakter perempuan yanga menurutku "membosankan".  Itu sebabnya aku mengantuk mengikuti kisah Icha di halaman awal novel ini. Tapi, ketika konflik mulai muncul satu demi satu, rasa kantuk itu pun mulai hilang sedikit demi sedikit dan akhirnya akupun bisa menuntaskan membaca habis novel ini.  Entah apa jadinya jika kehidupan Icha ternyata baik-baik saja, tidak bertemu dengan gejolak, tidak ada konflik, tidak ada peran antagonis yang dimunculkan di tengah-tengah novel, pasti aku tidak bisa menyelesaikan  membaca halaman- halaman novel ini.  Jadi, kepiawaian penulis untuk menghadirkan konflik dan memunculkan beberapa peran antagonis di novel ini benar-benar harus diacungi jempol.

Dan aku suka dengan quotes ini:

Cinta tak pernah memaksa.
Cinta itu menguatkan.
Membutuhkanmu, menginginkanmu menjadi penguatku.
Ikhlas dengan apa pun keputusanmu. (hal 244).

Ya, cukup rekomendasi untuk mereka yang mendambakan novel dengan bahasa yang santun dan berirama lembut.

1 komentar:

  1. Wah baru tau mbak ade udah ngereview novel ini, makasih yaa:-)

    BalasHapus

jadi, apa pendapatmu teman?

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...