Resensi novel: HATI
MEMILIH (sebuah cerita tentang rasa)
Penulis: Riawani Elyta
Penerbit: Bukune ( 2011)
Peresensi: Ade Anita
Ini adalah kisah tentang perjalanan cinta seorang gadis
bernama Icha. Icha yang tinggal menumpang dengan paman dan bibinya di Singapura
untuk bersekolah harus menahan perasaannya dengan keluarga paman Fuad dan Bibi
Salmanya yang menurutnya bukan tipikal keluarga ideal. Mereka punya dua orang
anak yang salah didik, yaitu Aida dan Anita. Kondisi inilah yang harus dihadapi
oleh Icha dan harus mengembangkan rasa toleransinya untuk hidup berdampingan
dengan mereka selama menyelesaikan studinya. Akhirnya, Icha berhasil
menyelesaikan studinya dan setelah mendapat pekerjaan, Icha pun memutuskan
untuk segera keluar dari rumah paman dan bibinya tersebut. Kehidupan yang bebas
dan sesuai dengan harapannya tampaknya benar-benar sudah menjadi dambaannya.
Sayangnya, hal ini ternyata tidak dapat dia lakukan. Mengapa?
Adalah Aida, anak sulung bibinya yang membuka jalan bagi
sebuah takdir baru bagi diri Icha. Aida
yang telah menikah dan memiliki seorang anak perempuan, menjalani kehidupan
sebagai seorang selebritis. Sayangnya, kehidupan glamour selebritis ini
membuatnya berkenalan dengan narkotika
dan itu membuatnya kecanduan. Suatu hari, Aida terciduk ketika sedang memakai
obat-obatan terlarang dan akhirnya diajukan ke pengadilan. Hukuman bagi pecandu
narkoba pun menunggunya. Bibi Salma, yang merasa malu mengambil inisiatif untuk
menyembunyikan kondisi Aida ini dari cucu satu-satunya, Camelia. Camelia pun diungsikan di tempat Icha tinggal
untuk sementara dan disinilah cerita ini menancapkan akar pertamanya.
Ya. Ini adalah novel yang bercerita bagaimana rasa sayang
yang hadir dalam diri seorang perempuan pada anak-anak, bisa menggiring dirinya
hingga mampu mencintai segala sesuatu yang terkait dengan anak-anak tersebut,
termasuk menempuh resiko yang hadir di kemudian hari.
Karena rasa sayang Icha pada Camelia, maka Icha pun tanpa
terasa jatuh cinta pada ayahnya Camelia. Hal ini menjadi sedikit rumit karena
ayahnya Camelia, Hazri, adalah mantan suami saudara sepupu tempat Icha dulu
pernah menumpang tinggal. Kian rumit karena ternyata Hazri sendiri memiliki
rahasia sendiri yang disembunyikan, bahkan dari Aida yang pernah menjadi
istrinya tersebut.
Jujur saja, ketika membaca halaman awal-awal novel ini, aku
sedikit merasa mengantuk karena alurnya yang terlalu lambat. Penulis
benar-benar sukses menggambarkan karakter Icha yang pendiam, ragu-ragu, tertutup (menutup diri
tepatnya), dan sedikit kuper. Bukan tipe perempuan yang aku sukai sebenarnya,
karena ini adalah karakter perempuan yanga menurutku
"membosankan". Itu sebabnya
aku mengantuk mengikuti kisah Icha di halaman awal novel ini. Tapi, ketika
konflik mulai muncul satu demi satu, rasa kantuk itu pun mulai hilang sedikit
demi sedikit dan akhirnya akupun bisa menuntaskan membaca habis novel ini. Entah apa jadinya jika kehidupan Icha
ternyata baik-baik saja, tidak bertemu dengan gejolak, tidak ada konflik, tidak
ada peran antagonis yang dimunculkan di tengah-tengah novel, pasti aku tidak
bisa menyelesaikan membaca halaman-
halaman novel ini. Jadi, kepiawaian
penulis untuk menghadirkan konflik dan memunculkan beberapa peran antagonis di
novel ini benar-benar harus diacungi jempol.
Dan aku suka dengan quotes ini:
Cinta tak pernah memaksa.
Cinta itu menguatkan.
Membutuhkanmu, menginginkanmu menjadi penguatku.
Ikhlas dengan apa pun keputusanmu. (hal 244).
Ya, cukup rekomendasi untuk mereka yang mendambakan novel
dengan bahasa yang santun dan berirama lembut.
Wah baru tau mbak ade udah ngereview novel ini, makasih yaa:-)
BalasHapus