Kamis, 16 Januari 2014

#Resensi X /2014: Tuhan Tak Terkuburkan

Kenapa aku suka buku ini? Ada cerita awalnya.
Dulu, waktu aku di Sydney mendampingi suamiku yang tugas belajar di sana, aku berkenalan dengan banyak orang dari berbagai macam suku bangsa selain Indonesia. Salah satunya adalah seorang yang berasal dari China. Namanya Lee. Seorang lelaki yang waktu itu istrinya sedang hamil. Padaku dia bercerita bahwa dia tidak percaya dengan semua agama yang ada di dunia ini. Tapi, dia tahu bahwa alam raya ini tidak terjadi begitu saja. Pasti ada awalnya, karena segala sesuatu yang sedang berlangsung pasti dimulai dari sebuah permulaan.




"Nah, permulaan itu pasti dibentuk oleh Dzat yang Maha Kuasa kan? Dialah Tuhan." Ini tanggapanku untuk diskusi yang dimulai dengan dirinya. Waktu itu usiaku masih amat muda, baru punya anak satu dan belum banyak membaca buku-buku agama.

"Tidak. Belum tentu Tuhan. Mengapa kita selalu berpikir bahwa segala sesuatu yang tidak bisa masuk ke nalar kita maka itu adalah perbuatan dua sosok yang sebenarnya tidak dapat dibuktikan keberadaannya, yaitu Syaithan dan Tuhan." Nah... aku mulai bingung deh waktu itu.

"Kamu tahu, Ade. Sains adalah awal dari segala sesuatunya. Dia bisa menjelaskan segalanya. Dan dialah yang menjadi jawaban atas hubungan sebab akibat dari segala sesuatu yang ada di muka bumi ini." ting tong ting tong ting tong... aku makin bingung.

"Untuk mereka yang pengetahuannya belum banyak, maka otaknya memang belum sampai ke tingkat dia memahami hukum sebab akibat. Coba bayangkan, semuanya itu tidak terjadi begitu saja loh. Selalu ada hukum sebab akibat. Ada aksi karena ada reaksi. Ada reaksi karena ada aksi awalnya. Nah, di awal sekali peradaban ini terjadi, manusia belum bisa berpikir sampai jauh sekali. Dan itu didukung juga dengan minimnya fasilitas untuk melakukan penelitian. Gara-gara ada petir yang menyambar kayu kering, maka terjadilah api yang berkobar. Lalu muncul ide, bahwa kayu kering bisa memercikkan api. Tapi gimana caranya? Lalu mulai dilakukan percobaan. Diinjek, dijemur, dan akhirnya tahu bahwa dengan cara digosok bisa timbul  pergesekan dan akhirnya api bisa memercik. Tapi, munculnya api itu sesuatu yang luar biasa buat alam pikiran mereka. Jadi mereka lalu menyangka itu pasti ada hubungannya dengan pemberian yang lebih pandai dari mereka. Jadi, mulailah era 'ada Tuhan di atas sana yang membantu kita'. Tapi... itu jaman dulu. Mereka tidak mau berpikir bahwa pengetahuan yang dikembangkan oleh otak kitalah yang membuat segala sesuatunya jadi berkembang. Nah.. semakin kita maju ke jaman sekarang, kita jadi tahu betapa Sains ternyata perlahan tapi pasti bisa mengurai segala sesuatunya. Dan perlahan, semua mitos-mitos agama akhirnya runtuh dengan banyaknya penemuan Sains. Tuhan bukan lagi seseorang yang mengetahui segalanya. Dia hanya jawaban sementara sebelum Sains dikembangkan dan diyakini keberadaannya."
Jreng.. jreng.. jrengg..... aku asli bingung.
Ada yang nggak sreg.. tapi.... itu orang pinter banget ngomongnya jadi asli bikin kita bengong.

Lalu, setelah aku kembali ke Indonesia, aku banyak jalan ke toko buku dan akhirnya tanpa sengaja bertemu buku tipis ini. Aih senangnya. Paparan Qardhawy di buku ini bisa menjawab segala paparan nya Lee dahulu yang membingungkan aku.

Qardhawy dalam buku ini, dengan tegas mengatakan bahwa meskipun sebagian orang menganggap peran agama bisa digantikan oleh sains, madzab pemikiran atau ideologi modern, tapi kedua anggapan ini jelas salah, karena kenyataannya membuktikan bahwa tidak ada sesuatupun yang mampu menggantikan fungsi agama dalam menjalankan risalah besarnya dalam kehidupan manusia. (hal 53)

Ilmu sama sekali tidak bisa menggantikan fungsi agama karena bidang garapannya berbeda dengan agama. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu menurut terminologi Barat yang terbatas (sains), bukannya terminologi Islam yang universal yang mencakup pengetahuan tentang alam lahir dan gaib, ilmu agama dan dunia. Ilmu dalam terminologi Islam mencakup pengetahuan tentang alam materi, kehidupan, manusia dan Tuhan. Sedangkan dalam dunia barat, Ilmu pengatahuan (sains) itu hanya terbatas pada usaha untuk memberikan kemudahan dalam melangsungkan kehidupan di dunia. Ia tidak menafsirkan tujuan utamanya.

Karena itu, tidak heran jika kita melihat banyak penduduk negara modern -yang jika diukur dari sudut pandang teknologi telah mencapai kemajuan besar- menghadapi problematika kekeringan rohani, kegoncangan jiwa dan keputus asaan. para remajanya terjerumus pada pemikiran dan perilaku sesat. Mereka memprotes mekanisme kehidupan dan peradaban yang materialistik.

Sains modern memiliki bidang garapan, wilayah dan kemampuan yang serba terbatas. Sains mampu memberi manusia sarana dan alat. Tetapi ia tidak mampu memberinya arah dan tujuan hidup. Betapa sengsaranya manusia yang memiliki sarana lengkap tetapi tidak mampu memahami tujuan dan nilai hidupnya. Tujuan hidupnya hanyalah untuk memenuhi hasrat nafsu seperti hewan. Dia tidak mempunyai tujuan mulia yang selaras dengan watak dan ciri manusia.

Hanya agama yang memberi manusia tujuan hidup yang tinggi. Agama memberinya peran dan misi. Agama memberi nilai yang berarti pada kehidupan, seperti nilai-nilai moral luhur yang mencegahnya berbuat biadab dan mengangkatnya menuju derajat yang tinggi.

Sains memberi manusia sayap-sayap burung yang akan digunakan untuk terbang ke angkasa. Sains juga memberi manusia insang ikan yang akan dipakai untuk menyelam di dalam air. Tetapi ia tidak memberi manusia "hati". Ketika manusia hidup tanpa "hati", sains yang dia kuasai akan berubah menjadi cakar dan taring yang akan membunuh dan menghancurkannya. Sains akan berubah menjadi senjata nuklir, peluru kendali, gas beracun, senjata kimia dan biologi yang menebarkan kematian dan kehancuran ketika ia digunakan dan membangkitkan rasa takut sebelum digunakan. (hal 54)

Dengan ilmu, manusia mampu menyingkap banyak hal, tetapi tidak mampu menyingkap hakekat diri sendiri.

Dan kutipan berikut ini mungkin bisa dianggap sebagai inti sari dari tulisan di dalam buku ini:

Arnold J. Toynbee, seorang pakar madzab dan peradaban modern, mengatakan, "Salah satu ciri manusia adalah pengetahuan; pengetahuan tentang wujudnya sendiri, pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik manusia, alam materi, maupun alam immateri. Dengan pengetahuannya, manusia memiliki kebebasan dalam berperilaku. Dia mempunyai iradah (kehendak) untuk menentukan keputusan. Pengetahuan ini menuntunnya untuk menyadari bahwa dia hanya mengetahui bagian terkecil dari kulit alam. Lalu, dia menyadari bahwa pengetahuan terbatas ini tidak mampu menjelaskan padanya seluruh makna kehidupan dan alam. Dia menyadari bahwa dia tidak mengetahui akhir dari perjalanan hidupnya. Yang dia tahu hanyalah Pemilik Kekuatan yang menundukkan (Allah). Karena itu, dia harus mengenal-Nya dan hidup sesuai dengan tuntunan-NYa." (hal 58).

Buku yang menarik dan mencerahkan. Satu-satunya kelemahan buku ini adalah: terlalu tipissssssssssssssssssss. Ugh. Belum puas bacanya eh.. udah selesai.

Judul buku: TUHAN TAK TERKUBURKAN (sebuah analisis relevansi agama di era sains)
Penulis: Dr. Yusuf Qardhawy
Penerjemah: Muhamad Muchson Anasy
Penerbit: Azan, cetakan ke 1, 2001
Fisik buku: buku saku tipis, 73 halaman.




3 komentar:

  1. Ternyata buku ini memiliki kenangan tersendiri ya mbak.
    BTW, memang jika ilmu pengetahuan tidak disertai dengan hati... maka yang ada malah merusak atau bahkan menghancurkan ya?

    BTW, beres2 buku bisa sambil baca dan nulis resensi sebanyak ini? #takjub

    BalasHapus
  2. Ikut menyayangkan juga Mbak, buku bagus tapi terlalu tipis yah. Resensinya baguuuus, Mbak Ade punya ciri khas, asyik. :)

    BalasHapus

jadi, apa pendapatmu teman?

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...