Jumat, 22 Maret 2013

Shock Terapi dari Kasus Heriyanto


Tiba-tiba, nama Heriyanto mencuat dibicarakan dimana-mana. Bagaimana tidak? Bocah berusia 10 tahun ini, gantung diri dengan kabel listrik di kamar tidurnya karena tidak berhasil memperoleh uang sebesar Rp 2500. Uang itu sedianya untuk uang prakarya yang diminta oleh gurunya di sekolah. Ketika Hariyanto meminta uang pada ibunya, ibunya tidak punya uang sebesar itu begitupun hal ini terjadi pada bapaknya.
Bapaknya yang hanya buruh kecil tidak punya uang sebesar itu. Dilanda putus asa, mungkin karena malu ditagih-tagih terus di sekolah atau malu karena tidak bisa mengikuti pelajaran tertentu, Heriyanto-pun gantung diri. Alhamdulillah peristiwa ini cepat diketahui sehingga dia berhasil dilarikan ke rumah sakit untuk memperoleh pengobatan segera. Kabar terakhir yang saya baca dari surat kabar adalah, sangat tipis kemungkinan bagi Heriyanto untuk sembuh kembali secara normal. Kerusakan akibat pembengkakan di otaknya sudah sangat parah sehingga jikapun dia berhasil melewati masa krisisnya, dokter memberi kemungkinan besar bahwa Heriyanto akan menderita kondisi cacat seumur hidup akibat kelumpuhan hampir sebagian besar anggota tubuhnya. Kabar paling akhir lagi malah, Heriyanto akhirnya dipulangkan ke rumah karena tidak ada yang bisa dilakukan oleh dokter lagi. Otaknya yang bengkak kini sudah tidak lagi bengkak tapi malah menciut jadi kecil. Itu menyebabkan Heriyanto akhirnya tidak dapat melakukan berbagai macam aktifitas selain menggerakkan matanya dan membuka mulutnya. 



gambar diambil dari sini

Tragis memang. Rasanya seperti keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. 
Tapi tak urung hal ini membuat perhatian banyak orang di negeri kita ini terbesut kesana. Ada sebuah keprihatinan yang kali ini skalanya bersifat "nasional" akan nasib pendidikan kita yang memang sangat memprihatinkan. Kasus hariyanto benar-benar menjadi shock terapi yang ampuh untuk sejenak mengajak semua orang yang selama ini terkesan asyik dengan urusannya masing-masing untuk memikirkan nasib para generasi anak bangsa di sektor pendidikan. Ternyata, ada lebih banyak lagi anak yang membutuhkan bantuan dari kita semua guna meningkatkan kualitas dirinya akibat ketidak mampuan yang dimiliki oleh keluarga dan lingkungannya. 

Pemerintah sebenarnya sudah untuk membantu sektor pendidikan dengan membebaskan SPP bagi pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Hanya saja, pembebasan ini tidak murni berarti bahwa setiap anak bisa sekolah dengan lenggang dan dijamin tidak ada pungutan apapun. Masih ada pungutan. Yaitu, pungutan untuk melengkapi fasilitas sekolah. Hal ijni diakui oleh pihak Diknas karena ketidak mampuan anggaran yang diperuntukkan untuk menyanggah keperluan tersebut. 

Solusinya: hmm.. ini yang menarik. Mungkin belum ada yang belum tahu bahwa sekarang POMG itu sudah dihapuskan. Selama ini, POMG memang merupakan badan kerjasama Orang tua Murid dan Guru untuk urusan penarikan dana para orang tua untuk keperluan sekolah yang bersangkutan. Karena adanya ketentuan untuk membebaskan SPP maka POMG-pun dihapus. Tapi ada gantinya. Yaitu Komite. Nah. Komite inilah yang menjadi reinkarnasi dari POMG yang telah tiada. Itu artinya, pungutan "sukarela" bagi sekolah tetap diadakan. Itu artinya, "tidak semua murid bebas dari uang sekolah". 

Pertanyaannya, berapa uang yang ditagih tersebut? Di Sekolah anak saya, ada ketentuan bahwa para donatur (yang meliputi semua orang tua murid tanpa terkecuali)  di"harapkan" untuk memberikan sumbangan sukarela"minimal"  yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah (tentu saja dengan garis bawah sepengetahuan dan kesepakatan pihak Komite Sekolah). Jadi. Menurut saya sih sebenarnya tidak ada bedanya sekarang atau dulu. Tapi yah sudahlah, mungkin sekolah memang membutuhkan uang itu untuk melengkapi keperluan pengadaan alat-alat sekolah dan perbaikan sana sini. 

Hanya saja, yang seharusnya kita ingat itu adalah. Tentu ada banyak Heriyanto-Heriyanto lain di negeri ini yang sebenarnya tidak terlepas dari urusan penyediaan dana untuk kelangsungan pendidikannya. Mungkin ini saatnya bagi kita semua untuk sejenak mengintip isi dompet masing-masing, siapa tahu ada "heriyanto" di sebelah kita yang membutuhkan uluran tangan agar di masa yang akan datang kelak, mereka tidak menjadi generasi yang hanya diwarisi kemiskinan dan ketidak mampuan. Bukankah Rasulullah sendiri sangat mengasihi orang miskin dan menyayangi orang fakir

-------1 september 2003-----

Ade Anita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jadi, apa pendapatmu teman?

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...