Sabtu, 11 Januari 2014

#resensi I/2014: Tentang Cinta Yang Tak Lagi Sama

Ini kisah tentang kakak beradik yang tidak akur, semata karena mereka terlahir dari satu bapak dan dua ibu, yaitu Mahoni dan Sigi. Masing-masing memiliki kenangan masa kecil yang berbeda, dan tumbuh besar dengan kenangan yang membentuk ingatan dan sikap mereka tersebut. Hingga suatu hari mereka pun dipertemukan kembali dan dipaksa oleh keadaan untuk bisa saling menerima satu sama lain.


Bisakah mereka berdua kembali menjalani hubungan kakak beradik yang harmonis, damai dan tentram. Seharusnya, jika saja tulisan ini dibuat oleh penulis yang memandang sebauh imajinasi hendaknya sesuatu yang sempurna, maka harusnya bisa. Tapi, Windri Ramadhina adalah penulis yang luar biasa menurut saya. Dia selalu menulis imajinasinya tidak terlalu tinggi di awang-awang; tidak melulu sesuatu yang hanya muncul di negeri dongeng saja. Dengan begitu, hubungan kakak beradik ini tetap digambarkannya kaku dan sulit untuk lentur. Apa adanya meski keduanya berusaha untuk mencoba berdamai dengan keadaan yang tak terbantahkan.

Mahoni sendiri, adalah seorang Arsitek yang cukup memiliki reputasi, mandiri, selalu penuh percaya diri, dan seseorang yang lebih memilih untuk kehilangan sesuatu yang bernilai materi ketimbang harus kehilangan prinsip yang dia pegang. Dia juga seorang arsitek yang oke di Amerika sana sebelum dia bekerja di Indonesia. Sementara Sigi, adalah seorang remaja yang bahagia dikelilingi oleh ibu dan ayahnya. Itu sebabnya Sigi menjadi amat terpukul ketika mengalami sebuah musibah kehilangan dan Mahoni sebagai kakaknya menjadi kelimpungan ketika harus menemani Sigi si adik tirinya.

Ketika melihat Sigi tersebutlah Mahoni jadi terkenang dengan ayahnya. Dulu, sebagai seorang anak tunggal, sebenarnya Mahoni itu anak kesayangan ayahnya. Mahoni amat dekat dengan ayahnya, dan ayahnya pun amat sayang pada anak tunggalnya ini. Sayangnya, cinta antara ayah dan ibunya Mahoni berkembang menjadi saling menjauh satu sama lain dan ketika mereka sedang mengalami masa paling kering tersebut, ayah Mahoni menikah lagi dengan Grace, yang dirasakan ayahnya lebih klop dengan dirinya saat itu.
Ya.
Cintalah yang dahulu menyatukan Ayah dan ibu Mahoni. Tapi, karena mereka gagal memupuk cinta, maka cinta di antara mereka tumbuh kerontang dan akhirnya merangas. Tidak lagi sama seperti ketika mereka jatuh cinta dulu. Kenyataan tentang ini tentu saja tidak bisa dipahami oleh Mahoni kecil. Jadilah dia tumbuh dnegan persepsi tersendiri tentang perceraian ayah dan ibunya tersebut. Apalagi kemudian ayahnya menikah dengan Grace.

Lalu, ada juga mantan sahabat Mahoni ketika kuliah di jurusan Arsitektur dahulu, Simon. Pertemuan kembali dengan Simon membuat Mahoni yang memilki persepsi bahwa "cinta bisa berubah dan tidak boleh dipercaya" menjadi ragu.

Bagaimana jadinya hubungan Mahoni, Simon, Sigi, dan semua tokoh di dalam novel ini? Semua tertutur dengan lembut sekali. Jujur saja, saya suka dengan gaya bercerita Windry Ramadhina. Bahkan meski konfliknya sederhana sekalipun, saya tidak keberatan sama sekali. Karena semua tertutup oleh bahasa Windry yang mengalir, renyah dan ringan.


Dan ini novel tersebut:
Judul: Memori (tentang cinta yang tak lagi sama)
Penerbit: Gagas Media, cetakan pertama 2012
Editor: eNHa
Tebal: 301 halaman

1 komentar:

  1. Jadi penasaran sama novel Windri Ramadhina ini, karena banyak yg memuji-muji.
    Mampir juga ya ke resensiku, Mba :D

    http://bukudanhidupku.blogspot.com/2014/01/unfriend-you-ketika-persahabatan-diuji.html

    BalasHapus

jadi, apa pendapatmu teman?

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...