Sabtu, 11 Januari 2014

#resensi II/2014: Remember When

Awalnya, aku beli buku ini gara-gara keliru membedakan mana yang Windry Ramadhina dan mana yang Winna Efendi. hohoho. Karena keduanya sama-sama penulis produktif dari penerbit Gagas Media. Tapi, setelah aku menyelesaikan membaca buku ini, dan juga menyelesaikan membaca bukunya Windry Ramadhina, aku tahu perbedaan keduanya. Tapi, bukan itu yang akan aku bahas di resensi novel berikut ini. Meski pingin juga sih (hehehe, meski sebenarnya aku suka keduanya).


Hmm.... Winna Efendi itu, ketika menuturkan cerita perasaan selalu menyelipkan satu dua adegan  tentang Budaya Seks yang lebih permisif (bahkan cenderung lebih bebas ketimbang Windry Ramadhina yang jauh lebih sopan). Entah apakah karena Winna Efendi besar di luar negeri atau karena apa. Jadi, jangan kaget jika sedang asyik-asyik membaca tiba-tiba ada sajian adegan hubungan intim di dalamnya. Tentu saja tidak seeksplisit gambaran hubungan intim seperti tulisannya Ayu Utami atau teman-temannya A-U; tapi tetap sih. Menurutku gambaran kebebasan itu mungkin agak bisa dikurangi mengingat pembaca novel Winna Efendi kebanyakan adalah remaja yang belum menikah.

Anyway, novel Remember When menceritakan tentang kisah 5 orang sahabata ketika mereka duduk di bangku SMA.
yaitu antara Erik dan Freya, yang merupakan teman sejak mereka masih kecil karena kebetulan tetanggaan.
Lalu Freya dan Gia, teman satu SMA yang dipertemukan dalam satu meja bersama karena double date yang mereka lakukan bersama dengan pasangan masing-masing yaitu Moses dan Adrian.
Moses dan Adrian ini dua sahabat sejak kecil yang juga satu SMA. Mereka punya kelebihan dan kekurangan masing-masing tapi meski berbeda kepribadian dan karakter, mereka bisa tetap bersahabat. Kalo kata guruku dulu, ini namanya saling kontra yang justru melekatkan satu sama lain (jadi bukan tipe perbedaan yang menjauhkan satu sama lain).
Moses pacaran dengan Freya. Sedangkan Adrian pacaran dengan Gia. Nah, si Erik sebenarnya diam-diam suka sama Gia.

Wah.
Berarti, ini cerita tentang kisah cinta segi banyak seperti novel-novel lain pada umumnya dong? Ya iya emang.
Terus keistimewaannya dimana?
Keistimewaannya, karena bahasa tutur Winna Efendi yang ringan, tidak njelimet, sederhana, tapi mengalir terus. Winna pandai memilih kata-kata untuk menjadi untaian kalimat, lalu kalimat menjadi paragraf dan akhirnya... menjadi berlembar-lembar tulisan. Jika kalian penggemar kalimat puitis, sudah pasti kalian tidak akan menemukan sebaris pun kalimat puitis yang bisa dijadikan quotes cantik misalnya di novel ini. Tapi, entah mengapa, justru kalimat-kalimat sederhana Winna begitu nyaman kita lahap.

Keburukan dari novel ini cuma ada satu: yaitu keterus terangan Winna ketika menyampaikan tentang TIDAK ADA BAHAYA-NYA MEROKOK DAN MELAKUKAN HUBUNGAN INTIM.
Ah.
Mengecewakan sekali ketika saya membaca pernyataan Winna tentang kedua hal di atas dengan gamblangnya.

Gue meraih sekotak rokok dari kantong dan menyulut sebatang. Gia benci kalau gue merokok, katanya nggak baik untuk kesehatan. Menurut gue, rokok adalah salah satu bentuk terapi untuk menghilangkan stress. Gue berpaling ke arah Freya yagn sudah kembali diam, lalu menyodorkan sebatang. Dia menggeleng pelan.
"Belum pernah, atau nggak suka?"
"Belum pernah," jawabnya jujur. Gue ketawa.
"mau coba?"
Freya terhenyak sejenak, memandangi rokok putih itu dengan ragu. Perlahan, diterimanya benda itu, lalu menyalakan lighter.
"Isap aja." saran gue, dan dia menurutinya, tanpa terbatuk sekalipun. Cool juga cewek ini, gayanya memegang rokok dan mengisapnya tanpa cela.(hal 39)

Lalu di halaman 177, dengan enteng Gia mengatakan bahwa:

"Malam itu, pas liburan ke Bali berdua, kita udah make love."
Nah. Dua hal ini yang bikin aku agak miris membaca cerita yang dituturkan oleh Winna. Dia sama sekali tidak memaparkan bahwa merokok itu memang bisa merusak kesehatan dan sama sekali bukan sesuatu untuk membuktikan bahwa seseorang itu Cool.
Lalu tentang Making Love, aduh... masa iya tidak mendatangkan resiko apa-apa? Making Love itu bisa menyebabkan kehamilan di usia dini. Dan ini amat berbahaya jika dilakukan oleh para remaja kita yang masih duduk di bangku SMA. Jika ada yang melakukan Making Love dan tidak hamil, mungkin kesuburan keduanya patut dipertanyakan.
Jadi, Making Love sama sekali tidak bisa dijadikan jaminan sebuah ikatan untuk mempertahankan dan mendapatkan kekasih kita. Dia sama sekali bukan sebuah pembuktian cinta.

Itulah kekecewaanku pada buku Winna Efendi kali ini. Tapi aku tetap suka dengan gaya penulisan dan cara bercerita Winna yang renyah dan mengalir.
ini novelnya. 

Judul novel: Remember When (ketika kau dan aku jatuh cinta)
editor: Samira & Gita Ramadhona
Penerbit: cetakan pertama, 2011, Gagas Media
fisik buku: novel saku 248 halaman.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jadi, apa pendapatmu teman?

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...