Buku ini berawal dari cita-cita yang sekiranya ingin dicapai oleh setiap muslim/muslimah, yaitu agar ketika sakaratul maut yang pasti akan menjemput kita semua kelak dapat kita lalui dengan kemudahan dan kebaikan.
Imam Bukhai dan Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dalam kitab sahih mereka, sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a, dimana ia berkata:
"Pada saat aku (Anas) dan Rasulullah SAW keluar dari masjid, tiba-tiba kami berjumpa dengan seseorang di pintu masjid, dimana ia bertanya: Wahai Rasulullah, kapankah terjadinya hari kiamat itu? Lalu beliau menjawab dengan balik bertanya kepadanya: Apakah kamu sudah mempersiapkan bekal menghadapi hari kiamat? Ia menjawab, dan seakan-akan merunduk seraya berkata: Aku belum mempersiapkannya dengan melakukan banyak shalat, tidak juga dengan banyak berderma dan tidak juga dengan banyak berpuasa. Akan tetapi, aku mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Maka beliau berkata: Kelak kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai." (HR Bukhari, hadits 6171, dalam kita Fathul Baari, Juz 4, hal. 2033 dan juga diiriwayatkan oleh Imam Muslim, hadits ke 2639, Juz 4 hal 2033; sedangkan pada riwayat ini, lafashnya adalah milik Muslim)
Dalam riwayat yang lain, Anas r.a berkata:
"Kami belum pernah mengalami kegembiraan yang meluap-lupa seperti ini setelah memeluk Islam, terkecuali pada saat Nabi SAW berkata, Maka sesungguhnya kamu kelak akan bersama orang yang kamu cintai." (HR MUslim)
Ibn Taimiyah Rahimahullah berkata: "Cinta kepada Allah, bahkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan kewajiban yang paling mulia bagi ke-Imanan dan merupakan pondasi ke-Imanan yang paling kuat. Di samping itu, juga merupakan pondasi bagi setiap perbuatan yang berhubungan dengan aqidah dan syari'at agama. Sesungguhnya setiap gerakan yang terwujud itu digerakkan oleh kecintaan, baik digerakkan oleh cinta yang terpuji maupun dari cinta yang tercela. Segala perbuatan yang dipenuhi oleh ke-Imanan agama, hanya digerakkan oleh cinta terpuji dan pondasi bagi cinta itu adalah cinta kepada Allah SWT.
Dengan demikian, suatu perbuatan yang terimplementasikan dengan dasar cinta yang tercela, maka menurut Allah, perbuatan tersebut tercela juga. Bahkan segala perbuatan yang dinaungi dengan ke-Imanan agama hanya tercurahkan dari cinta yang terpuji. Karena sesungguhnya Allah SWT hanya menerima perbuatan yang dilakukan dan ditujukan hanya kepadaNya.
Kecintaan hamba kepada Allah dalma ke-Imanan dan berbagai bentuk kedudukannya adalah seperti sebuah pengantar akad antara sang hamba dengan kekasihnya (yaitu Allah). Setelah sang hamba memperoleh kecintaan dimaksud, maka ia akan memperoleh kedudukan mulia, sebagai buah dari kecintaan dan konsekuensinya; seperti kerinduan, kesenangan dan keridhaan kepada-Nya. Sebelum sang hamba memperoleh kecintaan dimaksud, maka ia harus mencapai kedudukan sebagai permulaan dari proses kecintaannya; seperti bertaubat, bersabar, zuhud, dan lainnya (ringkasan dari Minhajul Qashidiin, Ibnu Qudaamah).
Itulah penjelasan awal di bagian mukadimah buku ini. Untuk selanjutnya, Ibn Qayyim Al Jauziyah mengatakan bahwa seseorang yang imannya bersih tidak akan mampu mencapai kepada derajat cinta (mahabbah) sebelum terlebih dahulu melewati (melalui) langkah-langkah awalnya, dan tidak akan naik derajatnya kepada derajat yang lebih tinggi kecuali telah memperoleh derajat cinta. Apalabila seseorang dari kita hendak membuktikan kemurnian cintanya atau memperoleh pondasi cinta tersebut; atau untuk meningkatkan derajatnya, maka ia harus mengaktualisasikan seluruh perintah Allah.
Jika hendak menaikkan derajatnya dari derajat mahabbatullah (cinta kepada Allah) menuju derajat mahbubillah (kekasih Allah), maka jalan satu-satunya hanaylah dengan mengaktualisasikan serta mengimplementasikan syariat Allah, yang diwujudkan dalam amat perbuatan sehari-hari. Semuanya terangkum dalam 10 faktor.
Ke 10 Faktor itu adalah:
1. Membaca Al Quran dengan ber-tadabbur dan memahami makna-maknanya.
Di antara sebab0sebab yang mendorong tumbuhnya kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala ialah membaca Al Quran dengan khusyu', bertadabbur dan berusaha untuk memahaminya. Karena kedekatan kepada kitab Allah itu merupakan pendekatan yang paling efektif, sekaligus sebagai motif bagi tumbuhnya kecintaan kepada-Nya.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Tidak diperkenankan memiliki sifat hasad (iri hati) kecuali dalam dua perkara. Yaitu terhadap seseoarng yang didatangi Allah dengan Al Quran dan ia menunaikannya sepanjang malam dan siang hari. Juga terhadap seseorang yang diberi harta oleh Allah dan ia menafkahkannya sepanjang malam dan siang hari (di jalan Allah)." (HR Bukhari dan Muslim)
2. Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menegakkan perbuatan-perbuatan yang disunnahkan, yaitu setelah sempurna kewajiban-kewajibannya. Karena, perbuatan ini (sunnah) merupakan pengantar guna menuju derajat sebagai kekasih Allah, setelah tercapainya kecintaan kepada-Nya.
Seseorang yang menegakkan kewajibannya dengan sempurna akan mendapatkan derajat kecintan kepada Allah. Sedangkan yang telah menegakkan kewajibannya dnegan sempurna, lalu ia pun menegakkan perbuatan-perbuatan sunnah, maka ia akan mendapatkan kedudukan sebagai kekasih Allah.
3. Beristiqamah dalam berdzikir kepada Allah SWT pada setiap keadaan, baik dengan lisan, hati maupun amal perbuatan.
Berzikir kepada Allah merupakan simbol bagi orang-orang yang mencintai Allah dan para kekasih_Nya.
"Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya, supaya kalian beruntung." (Al Jumu'ah: 10)
4. Mengutamakan kecintaan kepada Allah di atas kecintaan terhadap dirinya sendiri, tepatnya tatkala nafsu dan menggapai kecintaannya, meskipun sulit untuk bisa menapakinya.
5. Menelaah nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya dengan hati, menyaksikan-Nya, mengetahui-Nya dan mengubah dalam bentuk riyadhah serta ma'rifat.
6. Menyaksikan kebaikan dan ihsannya, anugerah dan nikmat yang didapatnya, zhahir dan batinnya. Kesemuanya itu dapat mendorong kepada cinta-NYa.
7. Kepasrahan hati sepenuhnya di hadapan Allah SWT.
8. Berkhalwat (menyendiri) pada waktu nuzul Ilahi (Allah mendekat ke langit bumi) untuk bermunajat dan membaca kalam-Nya, kemudian merenung dan beradab 'ubudiyah (penghambaan) di hadapanNya. Lalu mengakhiri semuanya ini dengan beristighfar dan bertaubat.
9. Mempergauli orang-orang yang cinta dan tulus, memetik buah baik ucapan mereka, seprti halnya memilah-milah buah yang baik ditumpukkan keranjang.
10. Menjauhi setiap faktor yang menghalangi hati dari Allah. Jika manusia mencintai Allah, maka tiada pilihan lain kecuali ia harus berusaha menjaga hatinya untuk tetap selalu bersih dari noda dan cela serta kerusakan yang menafikkan apa yang dicintai oleh Allah.
Itulah inti dari 10 kekasih Allah dalam buku ini. Penjelasan dari poin-poin di atas amat jelas dan detail sehingga ingin rasanya aku menuliskannya dalam artikel yang lain.
Penjelasan dalam buku ini amat jelas dan gamblang. Bahasanya tidak rumit sehingga cocok dibaca bahkan untuk mereka yang baru mengenal Islam.
Penjelasan dalam buku ini amat jelas dan gamblang. Bahasanya tidak rumit sehingga cocok dibaca bahkan untuk mereka yang baru mengenal Islam.
---------------------------------------------
Judul Buku: 10 Kekasih Allah
Pengarang: Ibnu Qayyim Al Jauziyah
Penerbit: Pustaka Azzam, cetakan pertama Februari 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jadi, apa pendapatmu teman?